Sebuah kalimat yang terus membayangi dalam pikiran saat ini "Untuk apa memulai sesuatu yang pada akhirnya harus kau akhiri" (Niswah 2016). Aku telaah lagi kalimat tersebut untuk mencari pembenaran apa yang akan kulakukan. Hati mengakui kebenaran kalimat itu namun otak terus memikirkan pembelaan agar apa yang kulakukan termasuk hal yang benar.
"Bagaimana kita tahu akhir dari sebuah cerita, nyatanya aku bukan seorang peramal ulung yang dipercayai setiap perkiraannya menentukkan takdir yang akan terjadi di masa depan?" Otakku terus mencari celah kesalahan dalam kalimat itu meskipun terlalu mengada-ada rasanya.
Kemudian hati yang sebenarnya tidak bisa membohongi diri perihal yang salah dan yang benar kembali memberikan argumen "Hei.. untuk apa selama ini kamu mempelajari semua ilmu kalau perihal ini saja jiwamu masih meragu ? Bukankah dalam sebuah ilmu yang kau sebut-sebut prinsip hidup itu mengatakan bahwa apa yang akan terjadi di depan adalah resiko dari apa yang kau pilih hari ini? Tentunya jika kau adalah sosok yang berpikir maka kamu tidak akan memilih sebuah pilihan "serampangan".
Kenyataan bahwa kamu terlalu takut menukarkan sebuah kebahagiaan kecil dengan kebahagiaan yang tak ternilai. Bodoh.
"Ya Allah, Engkaulah dzat yang mengetahui segala sesuatu yang tidak kami ketahui. Engkau yang kuasa membolak-balikkan hati seorang manusia hingga Engkau bisa melihat sebuah ketaatan atau kedurhakaan. Berilah petunjuk kepada hambamu ini hingga ketaatanlah yang akhirnya kupilih"
No comments:
Post a Comment